“Perlukah memproses emosi kita bersama Tuhan?”
Sebagai orang Kristen, terkadang kita sering menyanggah dan memendam emosi-emosi “negatif” karena stigma buruk yang melekat pada emosi tersebut. Tak jarang, kita menghakimi sesama yang memiliki masalah kesehatan mental. Untuk itulah Literatur Perkantas Jatim dengan mengadakan talkshow kesehatan mental bertema “Merajut” (Membangun Ruang Aman Untuk Jujur di Hadapan Tuhan).
Pada kesempatan ini, Literatur Perkantas Jatim menggandeng Moze Simanjuntak dan Christie Melea sebagai pembicara. Talkshow ini diadakan tanggal 5 September 2025 secara daring, dan dihadiri sekitar 85 orang. Moze Simanjuntak dan Christie Melea sebagai pembicara berbagi pengalaman mereka ketika harus berhadapan dengan kondisi mental mereka.
Mengapa Perlu Memproses Emosi yang Kita Miliki?
Moze sebagai praktisi di Lembaga Konseling Keluarga Kreatif memaparkan, bahwa pada dasarnya kita memiliki emosi karena kita diciptakan segambar dan serupa Allah, dimana Allah sendiri memiliki emosi. Seperti di mana tertulis bahwa Yesus mengalami berbagai emosi, contohnya ketika Yesus marah di Bait Allah (Mrk. 11:15-19), mengalami sukacita dalam Roh Kudus (Luk. 10:21), sedih ketika kehilangan Lazarus (Yoh. 11:35) dan ketika Yesus merasa takut di Getsemani (Mat.26:36-56) dan masih banyak lagi contoh ketika “emosi” keluar dari sosok Yesus.
Namun sekalipun emosi itu nyata, tidak semua emosi itu benar, sehingga kita memprosesnya bersama dengan Tuhan. Moze menyebutnya “doubt your doubts” (meragu atas perasaan ragu itu sendiri). Itu yang akan mendorong kita bertanya lebih dalam mengapa kita merasakan emosi itu.
Bagian ini diperkuat dengan sharing Christie Melea, seorang influencer Kristen yang banyak melakukan kampanye tentang pentingnya bible journaling. Ia berbagi metode S.O.A.P. Scripture, yang berarti ayat apa yang akan kita baca hari ini. Lalu, Observe, di mana kita merenungkan dan mengajukan pertanyaan seperti “firman ini berbicara tentang apa?” atau “ada fakta menarik apa?” dilanjutkan dengan Application, yaitu bagaimana kita mengaplikasikan ayat ini ke kehidupan kita, apakah ada perubahan hidup atau pikiran? dan apakah Tuhan menegur untuk mengingatkan sesuatu? Yang terakhir yaitu Prayer, di mana kita berdoa dan bersyukur lalu bertobat dan meminta Tuhan untuk menuntut kita menjadi pelaku firman.
Melea memadukan perenungan firman tersebut dengan perenungan akan emosi yang kita alami selama satu hari. Ia mengenalkan 3 formula yaitu ‘dirasa’ di mana kita merasakan emosi kita sendiri tanpa denial, lalu ‘ditanya’ yaitu bertanya pada diri kita sendiri mengapa kita memiliki perasaan seperti ini, dan yang terakhir yaitu ‘dikasih kebenaran’ di mana kita bisa mencari ini hanya melalui firman Tuhan.
Menjadi Ruang Aman bagi Generasi Muda
Ada satu fenomena di mana ketika kita menghadapi Gen Z ataupun Gen Alpha mereka cenderung nyambung saat diajak main dan ngobrol, tapi di sisi lain mereka cenderung tertutup mengenai pergumulan pribadi mereka. Beberapa peserta mempertanyakan bagaimana agar anak-anak muda ini bisa merasa nyaman dan mau mengakui mengenai perasaannya.
Melea berpendapat bahwa kita sendiri sebagai pemimpin remaja atau anak muda, harus berani membagikan pengalaman pribadi kita sendiri, termasuk kegagalan atau kejatuhan kita dan bagaimana kita berjuang bersama Tuhan. Hal itu nantinya akan mendorong yang lain untuk berani membuka apa yang mereka rasakan.
Sementara Moze berpendapat bahwa luka seseorang harus diproses terlebih dahulu, setidaknya dengan orang-orang yang bisa dipercaya, dan tidak bisa langsung dihujani dengan siraman rohani. Kita perlu menjadi dan menyediakan “ruang aman” bagi mereka untuk membagikan emosi dan pergumulan mereka.
Talkshow ini memberikan kita jawaban, bahwa ketika umat Kristiani bergumul dengan permasalahan mental, hal tersebut merupakan sesuatu yang valid dan wajar, terutama karena kita masih hidup di bumi yang penuh dosa. Ketika Yesus turun ke bumi, Ia pun turut serta merasakan emosi yang sama seperti kita – manusia. Namun Tuhan pun turut serta menciptakan kasih damai sejahtera kepada anak-anak-Nya.
Menuju Indonesia International Book Fair
Acara ini adalah kolaborasi tiga penerbit Kristen. Di akhir acara, moderator memperkenalkan tiga rekomendasi buku yang bisa dibaca oleh peserta yang ingin belajar lebih dalam tentang memproses emosi. Di antaranya ialah buku “Exploring My Emotions” oleh Andre Pandilih (terbitan Literatur Perkantas Jatim), buku “Mental Health and Your Church” oleh Helen Thorne & Dr. Steve Midgley (terbitan Literatur Perkantas Nasional) dan buku “Tuhan, Saya Depresi” oleh Rico Villanueva (terbitan Yayasan Bina Kasih).
Talkshow ini merupakan bagian dari promosi sebelum acara pameran Indonesia International Book Fair yang diadakan pada 24-28 September 2025 di Jakarta Convention Center. Literatur Perkantas Jatim, Literatur Perkantas Nasional dan Yayasan Kristen Bina Kasih akan ikut serta dalam pameran di bawah nama Persekutuan Literatur Kristen Indonesia (PLKI). Harapannya, ada lebih banyak lagi orang Kristen yang tidak hanya peduli soal kesehatan mental, tetapi juga mau memperlengkapi diri dengan literatur Kristen yang berkulitas.
Anda dapat melihat siaran ulang melalui tautan ini.
Teks: Pandora Noelani, Mima GP
Editor: Mima GP