Beberapa hari terakhir ini, aku secara tidak sengaja memiliki hobi mengamati kehidupan beberapa orang di sekeliling: bagaimana cara mereka bersikap, cara mereka santai, terlebih cara mereka menikmati hidup. Tanpa sadar muncul pertanyaan dalam diriku,
bagaimana mereka bisa asyik dengan kehidupan mereka? Mengapa mereka bisa produktif berbuat ini dan itu?
Aku mulai terbawa pad sifat seorang pemikir, dan membandingkan semua itu dengan hidupku. Ternyata melelahkan juga memikirkan hal itu.
Detik waktu membawaku makin tidak karuan. Merasa marah, kecil, tidak berdaya dan tidak berguna apa-apa. Aku bahkan mencoba mengatur sedemikian rupa hidupku untuk bisa menjadi lebih baik menurut “versiku.”
Lama-kelamaan aku mulai lelah dengan semua rencana dan aktivitas yang aku lakukan. Aku seringkali mudah kecewa dengan keadaan dan orang lain. Hingga pada suatu detik tertentu, aku terhenti untuk berpikir seperti itu. Detik itu menuntun aku untuk bertanya pada diriku sendiri,
Apakah sebenarnya aku punya hak atas hidupku sendiri?
Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!
Bagian Firman Tuhan dari 1 Korintus 6:19-20 ini dengan segera menjawab pertanyaan frontal itu. Aku terlalu berpikir keras dan mencoba membatasi Tuhan atas pikiranku. Dengan sengaja aku telah merampas hak Tuhan atasku.
Padahal, ternyata aku tidak memiliki hak atas hidupku semenjak Allah memanggilku menjadi milik-Nya. Allah yang berhak penuh untuk itu. Apa yang aku kerjakan dengan tubuhku, apa yang aku pikirkan, dan apa yang ada dalam hatiku seharusnya kudus seturut “versi” Allah. Salib benar-benar telah meniadakan hakku.
Ingatan pada Salib Kristus memberiku daya untuk berjuang kembali pada pertandinganku yang seharusnya. Kemerdekaan atas Salib itu lebih dari cukup untuk aku bisa menikmati hidup didalam-Nya. Memang tidak mudah untuk memikul salib dan mengikuti Dia, tetapi akan jauh lebih tidak mudah jika aku tidak mengikuti cara kerja Tuhan.
Memulai kembali bangkit dan bekerja bagi Tuhan karena Injil adalah tugas yang
menyegarkan tulang yang kering. Aku benar-benar hampir lupa bahwa ini adalah tugas utama; menghidupi Injil Keselamatan dan membagikannya kepada mereka yang masih terjebak dalam ruang fana tanpa harapan.
Pada akhirnya, detik tertentu membawaku pada sebuah kesimpulan bahwa tidak perlu takut diatur oleh Tuhan. Karena Dia tahu persis bagaimana memperlakukan setiap anak-anak-Nya. Tidak usah berusaha mengatur Tuhan, karena kita hanya ciptaan Sang Pencipta.
Mulai detik ini berusahalah tidak membuang waktu untuk pikiran yang sia-sia. Berusahalah hidup kudus dengan segala kepenuhan Kristus. Mari berjuang menikmati hidup yang singkat ini pada ritme hidup yang rumit tapi asik di tangan Tuhan. Tuhan memberkati kita.
Oleh Kezia Nadella J.